Kamis, 02 Juni 2011

Filsafat Nagari

     
    Pengertian 
Nagari adalah suatu pergaulan hidup tertentu yang mempunyai daerah, rakyat dan pemerintah tertentu. Nagari tidaklah terjadi begitu saja. Nagari terjadi melalui suatu urutan yang dimulai dari Taratak. Ada sebuah bidal yang mengatakan:
               Taratak mulo babuek
               Sudah taratak manjadi dusun
               Sudah dusun manjadi koto
               Baru bakampuang-banagari
                Nagari-nagari di Minangkabau menurut pemerintahannya merupakan suatu serikat (federasi). Prinsip nagari adalah bebas mengurus dirinya masing-masing ke dalam dengan semboyan Adat Salingka Nagari. Maksudnya, tiap-tiap nagari berdiri dengan adatnya. Sesungguhnya cara pemakaiannya tidak sama dalam tiap-tiap nagari, namun sebaliknya selalu siap sedia, bersama-sama menghadapi soal ke luar. Bilamana dalam nagari-nagari yang berserikat itu timbul masalah, baik masalah sosial maupun masalah ekonomi atau politik, penyelesaiannya tidaklah bernafas ke luar badan, melainkan diselesaikan oleh nagari itu sendiri, sesuai dengan petuah adat yang berbunyi Kusuik bulu paruah manyalasaikan, kusuik paruah bulu manyalasaikan.
               Susunan nagari di Minangkabau bertingkat-tingkat.
               Tingkat pertama adalah Suku. Tiap nagari mempunyai beberapa suku, sekurang-kurangnya ada 4 suku barulah sah dikatakan nagari. Sesuai bidal yang mengatakan Nagari baampek suku dan suku dipimpin oleh Penghulu.
               Tingkat kedua Paruik. Adat mengatakan Suku babuah paruik. artinya, tiap-tiap suku harus ada beberapa buah paruiknya. Jika tidak ada maka suku belum memenuhi syarat. Akibatnya nagari belum pula boleh dibentuk. Yang dimaksud dengan Saparuik adalah satu kesatuan dari orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang mulanya berasal dari seorang ibu dalam satu angkatan (generasi). Jadi orang-orang yang saparuik adalah mereka yang bertalian darah dihitung menurut garis moyang asal. Orang saparuik dapat dibagi atas Jurai, yaitu satu kelompok anggota paruik yang ada dibawah Kapalo Jurai yang mempunyai hak daulat ke dalam.

               Tingkat ketiga Kampuang. Para keluarga dari suku tadi makin lama makin berkembang. Mereka yang tinggal sekelompok (berdekatan) mengusahakan ladang dan sawah mereka masing-masing. Kampung ini dipimpin oleh Tuo Kampuang atau Pangka Tuo Kampuang, yang dipilih diantara salah seorang lelaki yang tua atau yang dituakan dalam\ kampung itu. Hidup berkampung diikat dengan syarat sebagaimana tersebut dalam petitih berikut:
               Singok bagisia,
               Halaman salalu,
               Sawah sapamatang,
               Ladang sabintalak,
               Basasok bajarami,
               Batunggua panabangan
               Bapandam pakuburan
               Tingkat keempat adalah Rumah Gadang. Tiap kampung terdiri dari beberapa buah Rumah Gadang. Rumah Gadang ditempati oleh suatu keluarga besar dari sabuah paruik. Rumah Gadang dipimpin oleh Tungganai, saudara laki-laki tertua dalam keluarga besar itu.  Menurut Undang-Undang Nagari di Minangkabau, sebuah nagari sah bila memenuhi syarat-syarat yang disimpulkan dalam tujuh hal:
               Dusun – taratak. maksudnya adalah lambang pemerintahan. Labuah – tapian. Labuah berarti urusan hubungan lalu lintas sebagai urat nadi perekonomian menurut adat. Tapian adalah lambang kesehatan. Sawah – ladang Lambang pertanian. Banda – buatan Lambang pengairan. Kabau, jawi - tabek, taman-taman Lambang peternakan. Balai – musajik Balai adalah lambang hukum dan mufakat. Sedangkan musajik adalah lambang agama.  Gelanggang – pamedanan. Gelanggang adalah lambang olahraga. Sedangkan pamedanan adalah tempat berhimpun.
               Asal Muasal Nagari
               Dahulu, nagari adalah empat buah saja namanya, pertama Taratak, kedua Dusun, ketiga Koto dan keempat Nagari. Taratak berasal dari kata Tetak, dusun berasal dari kata susun, Koto berasal dari kata sakato dan nagari berasal dari kata pagar atau dipagari, yaitu dipagari dengan adat dan undang-undang.
               Bermula segala nagari ini dahulunya adalah rimba besar dan barang siapa yang hendak membuat ladang atau mencari tempat kediamannya, maka dicarilah tempat yang baik, dan kalau sudah dapat barulah mulai menebang batang-batang kayu yang tumbuh ditempat itu, setelah itu barulah dimulai mencangkul atau menjenjang tanah itu. Pekerjaan itu yang mula-mula dinamakan tetak. Sampai sekarang masih digunakan, misalnya menetak kesumayan atau tempat menaburkan benih, menetak ladang, atau menetak hari (menentukan hari baik untuk perkawinan). Lama-kelamaan, sebutan itu menjadi biasa, dan tempat tersebut dinamakan orang Teratak sebagai tempat kediamannya.
               Tiada berapa lama, datanglah beberapa orang membuat ladang atau tempat kediaman di sebelah orang yang pertama, dan tempat itu dinamakan Dusun, karena ladang atau tempat orang-orang itu sudah bersusun.
               Selanjutnya, datang pulalah beberapa orang hendak tinggal disebelah-menyebelah dusun itu untuk membuat rumah atau ladang. karena manusia berkembang juga, maka tempat itu dinamakan Kampung, yang asal katanya berkampung/berkumpul.
               Dan kalau sudah terjadi beberapa kampung yang berdekatan antara satu dengan yang lain dan penduduknya juga seiya sekata, dimana "Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang", maka kumpulan kampung itu dinamakan Koto. Kemudian barulah Nagari, setelah adanya dua atau tiga buah Koto yang berdekatan.
               Koto dan Kampung itu sepakat bahwa mereka akan seiya sekata, buruk sama dibuang, baik sama dipakai dan salah sama ditimbang. maka Koto yang berdekatan itupun dipagar dengan undang-undang dan peraturan adat supaya jangan tumbuh yang tidak baik, dan segala isi nagari aman, sebagaimana pepatah orang Minangkabau:
               Nagari bapaga undang
               kampuang bapaga pusako.


Ditulis Oleh : Andi // 07.45
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 
free counters

Blogger Community

Diberdayakan oleh Blogger.